Form Login



Agenda Kegiatan Masjid

Jadwal Sholat Kota Jakarta
Beranda Pendidikan Keislaman Menyiasati Kegundahan Hati
Menyiasati Kegundahan Hati Cetak Email
Ditulis oleh Administrator   
Minggu, 10 November 2013 21:21



"Tidak ada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis pada kitab Lauhul Mahfudz sebelum kami menciptakannya. Sesunggguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah, (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS Al-Hadid [57] : 22-23)

Tahukah anda tentang sesuatu yang paling banyak menyita fikiran, waktu dan tenaga yang berakibat mengurangi kemampuan akal dan merusak ibadah? Itulah perasaan cemas. Cemas terhadap sesuatu yang belum terjadi, yang berkaitan dengan urusan duniawi. Padahal sudah jelas, perasaan cemas, apalagi berlarut-larut tidak akan membuahkan penyelesaian, semakin membuat hati betambah sengsara dan menderita. Padahal hidup ini sungguh teramat singkat. Kapan lagi kita akan merasakan kebahagiaan apabila dari hari ke hari yang terkumpul adalah kecemasan yang berujung pada kegelisahan dan hilangnya perasaan nikmat dalam menjalani hari-hari kehidupan ini?

Memang, cemas berpangkal pada belum mantapnya keyakinan bahwa segala kejadian yang menimpa mutlak datangnya dari Allah. Allah Azza wa Jalla berfirman, "Tidak ada suatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Barangsiapa yang beriman kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS At-Taghabun [64] : 11)

Dalam ayat lain Ia menegaskan, "Tidak ada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis pada kitab Lauhul Mahfuz sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah, (kami menjelaskan yang demikian itu) supaya kamu tidak berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS Al-Hadid [57] : 22-23).

Jelaslah, sesungguhnya setiap kejadian yang kita alami tidak akan lepas dari ketentuan dan izin Allah, sehingga tidak ada kecemasan dan kegelisahan saat kejadian menimpa kita. akan tetapi kebanyakan dari kita ternyata amat sibuk dengan fikiran yang mencemaskan perbuatan-perbuatan makhluk dan mengharapkan datangnya bantuan makhluk. Padahal sudah jelas, tidak ada satupun yang dapat menimpakan mudharat ataupun mendatangkan manfa'at selain dengan izin Allah SWT.

"Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya, kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Ynus[10]:107)

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, bersabda, "Walaupun bergabung jin dan manusia hendak memberikan manfa'at, maka tidak akan pernah datang kecuali ditentukan Allah."

Jadi, apa perlunya kita bercemas-cemas karena memperpanjang fikiran dan menggantungkan harapan kepada sesama makhluk, sedangkan merekapun samasekali tidak dapat menolak kemudharatan yang menimpa diri mereka. Cukuplah kepada Allah kembali segala tumpuan hati, harapan dan segala urusan, karena hanya Dia penguasa segalanya, penentu segenap kejadian. Tidak ada sesuatupun di jagat raya semesta ini yang dapat bergerak tanpa izin-Nya karena tiada daya dan upaya tanpa kekuatan dari-Nya. Barangsiapa yang yakin bahwa Allah yang akan menolong dan menjaminnya dalam setiap urusan, niscaya Allah pun benar-benar akan mengamininya. Karena "Aku", firmanNya dalam sebuah hadits qudsi, "Sesuai dengan prasangka hambaKu dan Aku bersama dengannya ketika ia ingat kepadaKu. Kala ia ingat kepadaKu dalam lingkungan khalayak ramai, niscaya Akupun ingat kepadanya dalam lingkungan khalayak ramai yang lebih baik. Jika ia mendekatiku sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta. Jika ia mendekatiku sehasta, maka Aku mendekatinya sedepa. Dan jika ia datang kepadaKu dengan berjalan, maka Aku akan mendekatinya dengan berlari." (HR Syaikani dari Abu Hurairah r.a)

Itulah kunci kehidupan yang sesungguhnya. Semua kejadian telah diketahui dan diatur secara cermat, penuh kebijaksanaan dan kasih sayang untuk diberikan kepada hamba-hambaNya. Allah Maha Tahu akan keadaan kita pada masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Dia Maha Tahu akan tingkat intelektualitas, kekuatan tubuh, keadaan perekonomian, bahkan segala yang ada pada diri kita. Bukankah Dia yang menciptakan dan mengurus segala-galanya?

Jadi, mutlak setiap yang ditimpakan itu akan sangat sesuai dengan keadaan kita. "Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat pahala (dari kebaikannya) yang dikerjakannya dan ia mendapatkan siksa (dari kejahatannya) yang dikerjakannya." (QS Al Baqoroh [2]:286).

Sekiranya suatu musibah dirasakan pahit dan amat berat, maka sebetulnya semua itu semata-mata karena kita belum mampu memahami hikmah dibalik kejadian tersebut. Atau karena kita masih beranggapan bahwa rencana kita lebih baik dari pada renca Allah Ta'ala.

Padahal ilmu kita yang teramat sangat sedikit ini kerapkali terlampau diselimuti oleh hawa nafsu yang cenderung menipu dan menggelincirkan diri, sedang Dia Dzat yang Maha Mengetahui segala-galanya. Firman-Nya : "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (QS Al-Baqarah[2]:216).

Oleh karena itu, bilamana datang suatu kejadian yang mencemaskan segera kuasai diri sebaik-baiknya. Jangan menyiksa diri dengan pikiran yang diada-adakan atau dipersulit, sehingga terasa semakin menyiksa. Memang begitulah kita; lebih gemar menganiaya diri sendiri dengan menenggelamkan ingatan dan lamunan pada yang tiada bermanfa'at.

Segeralah kembalikan segala urusan kepada Allah. Yakinlah kesempurnaan, pertimbangan, dan kasih sayang-Nya, dan segera bulatkan hati bahwa hanya Dialah satu-satunya pembela. Dialah pemberi jalan keluar yang paling sempurna. Mustahil Dia lalai dan lupa terhadap keadaan hambaNya. Tidak mungkin Dia memungkiri janjiNya terhadap orang-orang yang bersungguh-sungguh yakin bahwa pertolongan itu hanya datang dari-Nya. "...Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, 'Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Dia adalah sebaik-baik penolong." (QS Ali Imran[3]:173).

Setelah hati dan keyakinan kita bulat, segera juga buka ikhtiar untuk memburu pertolongan Allah dengan amalan-amalan yang dicintainya. Camkan, bahwa ridho terhadap takdir itu letaknya di dalam hati, tetap tubuh harus ikhtiar di jalan yang diridloiNya. Karena Allah sendiri telah menegaskan, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah nasibnya sendiri. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya. Dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (QS Ar-Ra'd[13]:11).

Dengan demikian, tiap untaian kejadian yang menimpa kita akan menjadi sarana yang paling tepat untuk bermunajat kepada Allah, sehingga membuat kita semakin taqarrub dan tidak pernah bisa lupa padaNya.

Itulah sebenarnya rahasia kebahagiaan dan ketenangan sejati di dunia ini yang insya Allah akan menjadi bekal kebahagiaan yang kekal diakhirat nanti. "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram. Orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik."
(QS Ar-Ra'd[13]:28-29).

Walhasil, kebahagiaan hidup di dunia sesungguhnya bukanlah datang dari dunianya, melainkan dari sikap yang benar terhadap segala kejadian. Sekiranya sikap kita sesuai dengan keinginan Allah, maka apapun yang terjadi pasti akan menguntungkan bagi dunia dan akhirat kita. Sebaliknya, bila menghadapinya tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkanNya, niscaya dunia ini akan memperbudak dan menyengsarakan kita. Wallahu a'lam bishshawwab. (KH Abdullah Gymnastiar)